Senin, 24 Agustus 2015

Pengertian Teknologi Hiperspektral


Teknologi ini  belum sepenuhnya beroperasional ini disebut dengan spektrometri pencitraan (imaging spectrometry) karena mampu memadukan kemampuan menyajikan informasi spectral objek secara kuasi-kontinu, yaitu pada interval panjang gelombang yang sangat sempit seperti halnya spectrometer, sekaligus mampu menghasilkan citra digital. Istilah spektrometri pencitran ini kadang digantikan dengan pencitraan hiperspektral. Istilah hiperspektral berkonotasi pada resolusi spectral yang sangat tinggi, yang diwakilin oleh lebar interval yang sangat sempit dan sekaligus jumlah saluran spectral yang sangat banyak, yaitu hingga lebih 200 (Danoedro, 2012).
Teknologi hiperspektral adalah peningkatan dalam mengukur kandungan klorofil pada spektrum reflektan kanopi. Sebagian besar petunjuk empiris  dari estimasi klorofil adalah langsung didapatkan dari reflektan spektrum (Gao J., 2006).
Hiperspektral digunakan untuk mengidentifikasi dan mencirikan materi yang unik serta memiliki informasi yang lebih akurat dan detail dibandingkan citra multispektral. Citra hiperspektral sudah digunakan untuk mengumpulkan banyak variabel biofisika dan geofisika seperti kandungan air pada daun, klorofil dan pigmen, mineral dan jenis tanah. 
Konfigurasi Sensor Hiperspektral 
Konfigurasi spektral sensor HyMap ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tiap-tiap modul spektral (Tampak, NIR, SWIR1 dan SWIR2) memiliki 32 band sehingga total jumlah spektral band adalah 126.
Tabel II.3 Spektrum Sensor HyMap (Cocks, 1998)
No.
Konfigurasi Spektral
Modul
Jarak spektral
Lebar antar band
Interval rata-rata spektral
1
VIS
0.45 – 0.89 μm
15 – 16 nm
15 nm
2
NIR
0.89 – 1.35 μm
15 – 16 nm
15 nm
3
SWIR1
1.40 – 1.80 μm
15 – 16 nm
13 nm
4
SWIR2
1.95 – 2.48 μm
18 – 20 nm
17 nm

Tabel II.4  Karakteristik Citra HyMap (Cocks, 1998)
No.
Modul
VIS, NIR, SWIR, MWIR, TIR
1
Number of channels
100 – 200
2
Band Spektral
10 – 20 nm
3
Resolusi Spasial
2 – 10 m
4
Swath width
60 – 70 degrees
5
Signal to noise ratio (30 derajat SZA, 50% reflektan)
>500:1
6
Operational ketinggian
2000 – 5000 m AGL

Tabel II.5 Parameter-parameter Pengoperasian Sensor HyMap (Cocks, 1998)
No
Paramater Pengoperasian
1
Platform
Light, twin engined aircraft e.g. Cessna 404, unpressurised
2
Ketinggian
2000 – 5000 m
3
Kecepatan
110 – 180 kts

Konfigurasi Spasial
4
IFOV
2.5 mr along track, 2.0 mr across track
5
FOV
60 derajat (512 piksel)
6
Swath
2.3 km at 5 m IFOV (along track)

Tabel II.6 Jenis Citra Hiperspektral
(Wiweka,2006)
Sensor Pesawat
Pabrik
Jumlah Band
Selang Spektral
AVIRIS (Airbone Visible Infrared Imaging Spectrometer)
NASA Jet Propulsion Lab
224
0.4 - 2.5 µm
HYDICE (Hyperspectral Digital Imagery)
Naval Researching Lab
210
0.4 - 2.5 µm
PROBE-1 Earth Search Science Inc

128
0.4 -2.5µm
CASI (Compact Airbone Spectrographic Imager)
ITRES Researching Limited
Up – 228

Hymap
Integrated Spectronic
100-200
Visible – thermal infrared
EPS-H (Enviromental Protection System)
GER Corporation
VIS/NIR (76), SWIR1 (32), SWIR(32),TIR (12)
VIS/NIR (0.43 – 1,05) µm
SWIR1 (1.5 – 1.8) µm
SWIR2 (2.0 – 2.5) µm
TIR (8-12.5) µm
DAIS 7915 (Digital Airbone Imaging Spectrometer)
GER Corporation
VIS/NIR (32), SWIR1 (8), SWIR(32), MIR (1) TIR (6)
VIS/NIR (0.43 – 1,05) µm
SWIR1 (1.5 – 1.8) µm
SWIR2 (2.0 – 2.5) µm
MIR (3.0 – 5.0) µm
TIR (8-12.3) µm
AISA(Airbone Imaging Spectrometer)
Spectral Imaging
Up – 288
0.43 -1.0µm
EnMap
GFZ Postdam Keyser Threde
Up – 200
VNIR 420-1030 nm (92 band)
SWIR 950-2450 nm (108 bands)

Gambar II.9 Sensor Hymap dan Tim HyVista Pesawat Cesna 402

Menurut Wiweka (2006), aplikasi dan kapabilitas citra hiperspektral berdasarkan sejumlah referensi adalah :
1.      Melengkapi peta lahan basar untuk memantau lokasi yang menarik.
2.      Meningkatkan pemetaan spesies vegetasi.
3.      Mengidentifikasi dan memantau rumput yang berbahaya.
4.      Meningkatkan pemantauan kuantifikasi biomassa dan evolusi.
5.      Pemetaan penetrasi jalur dan tingkat kehancuran untuk lebih baik meredakan serangan spesies yang beracun.
6.      Pemantauan wilayah yang terkontaminasi dan rehabilitasi tambang logam.
7.      Mendeteksi kontaminasi hidrokarbon terhadap tanah dan air yang dihubungkan dengan aktivitas industri dan pemantauan pipa hidrokarbon.
8.      Mengukur pengaruh industri dan pertanggungjawaban manejemen sebagai garis dasar lingkungan.
9.      Memodelkan dan memantau kualitas air dari garis pantai.
10.  Pengkajian kualitas tanah dan pemantauan pengaruh praktek pertanian.
11.  Mendukung perhitungan karbon melalui inventarisasi hutan (komitmen protokol Kyoto).
12.  Pemantauan kelautan.
13.  Deteksi marijuana dan ganja.
14.  Deteksi polutan pada sistem air.
15.  Eksplorasi geologi.
16.  Pemantauan lingkungan.
17.  Precision Farming.
18.  Identifikasi mineral campuran.
19.  Pemanfaatan untuk membangun sistem pengawasan jalur, pertanian, pertanahan tanah air, pemantauan lingkungan, pengintaian militer dan perencanaan kota.

20.  Untuk mendeteksi status nutrisi dan air dari gandum pada sitem irigasi.

Selasa, 17 Desember 2013

Satelit Altimetri





V.1.     Pengertian Altimetri
                Wilayah bumi terdiri atas wilayah yang tertutup air dan daerah yang tidak tertutup air. Daerah yang tertutup air ini memberikan sumbangsih sebesar 2/3 dari seluruh luas permukaan bumi, sehingga diperlukan pengamatan geodetik untuk mendapatkan data dari daerah yang tertutup air tersebut. Seiring perkembangan teknologi, kebutuhan akan data-data kelautan ini semakin meningkat, sehingga dibutuhkan suatu metode yang efektif dalam pemodelan muka bumi di daerah-daerah yang tertutup air. Salah satu metode yang umum digunakan saat ini adalah dengan menggunakan satelit altimetri.

V.2.     Sejarah
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975, ketika diluncurkannya sistem satelit Geos-3.  Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah jangka panjang yaitu: mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global. Dalam konteks geodesi, objektif terakhir dari misi satelit altimetri tersebut adalah yang menjadi perhatian.  Dengan kemampuannya untuk mengamati topografi dan dinamika dari permukaan laut secara kontinyu, maka satelit altimetri tidak hanya bermanfaat untuk pemantauan perubahan MSL global, tetapi juga akan bermanfaat untuk beberapa aplikasi geodetik dan oseanografi.
Sistem altimeter satelit diperlukan untuk mengukur topografi kelautan. Sistem pertama, dilakukan pada Seasat, Geosat, ERS-1, dan ERS-2 dirancang untuk mengukur variabilitas arus dengan dimensi horisontal kurang dari seribu kilometer. Topex / Poseidon, yang diluncurkan pada tahun 1992, dirancang untuk membuat pengukuran yang lebih akurat diperlukan untuk mengamati sirkulasi permukaan lautan permanen, gelombang (waktu-rata-rata), dan variabilitas arus
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975, ketika diluncurkannya sistem satelit Geos-3.  Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah jangka panjang yaitu: mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global. Dalam konteks geodesi, objektif terakhir dari misi satelit altimetri tersebut adalah yang menjadi perhatian.  Dengan kemampuannya untuk mengamati topografi dan dinamika dari permukaan laut secara kontinyu, maka satelit altimetri tidak hanya bermanfaat untuk pemantauan perubahan MSL global, tetapi juga akan bermanfaat untuk beberapa aplikasi geodetik dan oseanografi. Begitu banyak hal yang dapat kita pelajari dengan mengaplikasikan teknologi Satelit Altimetri, sehingga teknologi ini mulai menjadi trend baru dalam dunia science dan rekayasa geodesi kelautan, oceanografi, dan bidang-bidang ilmu terkait lainnya.
Dalam konteks geodesi, objektif terakhir dari misi satelit altimetri tersebut adalah yang menjadi perhatian.  Dengan kemampuannya untuk mengamati topografi dan dinamika dari permukaan laut secara kontinyu, maka satelit altimetri tidak hanya bermanfaat untuk pemantauan perubahan MSL global, tetapi juga akan bermanfaat untuk beberapa aplikasi geodetik dan oseanografi seperti yang diberikan [SRSRA, 2001; Seeber, 1993]:
a. Penentuan topografi permukaan laut (SST)
b. Penentuan topografi permukaan es
c. Penentuan geoid di wilayah lautan
d. Penentuan karakteristik arus dan eddies
e. Penentuan tinggi (signifikan) dan panjang (dominan) gelombang
f. Studi pasang surut di lepas pantai
g. Penentuan kecepatan angin di atas permukaan laut
h. Penentuan batas wilayah laut, dan es
i. Studi fenomena El Nino
j. Manajemen sumber daya laut
k.Unifikasi datum tinggi antar pulau
Begitu banyak hal yang dapat kita pelajari dengan mengaplikasikan teknologi Satelit Altimetri, sehingga teknologi ini mulai menjadi trend baru dalam dunia science dan rekayasa geodesi kelautan, oceanografi, dan bidang-bidang ilmu terkait lainnya.

V.3.      Prinsip Dasar
            Satelit altimetri mempunyai tujuan untuk memahami secara lebih mendalam sistem iklim global serta peran yang dimainkan oleh lautan di dalamnya. Sejak diluncurkan untuk pertama kalinya pada 1973, satelit altimetri telah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan tiga obyektif ilmiah jangka panjang, yaitu untuk mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata global. Seiring perkembangannya, satelit altimetri kini dapat mendukung penentuan topografi permukaan laut, penentuan topografi permukaan es, penentuan geoid di wilayah lautan, penentuan karakteristik laut dan eddies, dsb.
Informasi utama yang didapatkan dari satelit altimetri adalah topografi muka laut, yang dilakukan dengan mengukur tinggi satelit di atas permukaan laut (a) dengan menggunakan waktu tempuh (Δt) dari pulsa radar yang dikirimkan ke permukaan laut.
Setelah a didapatkan, maka topografi muka laut (H) dapat dihitung dengan mengkombinasikan data a dengan undulasi geoid (N), efek pasut instan (ΔH), kesalahan orbit (d) serta tinggi elipsoid dari satelit altimeter (h), 

Altimetri adalah sebuah teknik untuk mengukur tinggi. Satelit radar altimetri mengukur waktu yang diperlukan radar pulsa untuk bepergian dari antena satelit ke permukaan dan kembali ke penerima satelit. Terlepas dari ketinggian permukaan, pengukuran ini menghasilkan kekayaan informasi lain yang dapat digunakan untuk berbagai aplikasi.
Secara garis besar peranan satelit Altimetry ialah :
1.         perkiraan terbaik MSL dan model lain oseanografi
2.         tide gauge PSMSL time series
3.         system ketinggian pada GPS / GNSS  yang di pasang pada alat pengukur
4.         model terbaik gravimetric geoid  (dari dedikasi gravitasi misi satelit dan data lainnya).
Satelit altimetry dapat berkontribusi langsung pada kegiatan berikut:
1.             penentuan MSL selama dua dekade terakhir
2.             SSH / SST
3.             pengembangan model geopotential global
4.             penentuan geoid laut dan gravitasi model untuk solusi dari geodetik BVP dan peningkatan GM
5.             peningkatan pada system batimetri sehingga didapat model geoid laut dan gravitasi yang lebih baik
Kelebihan penggunaan satelit altimetri, meliputi:
a.    resolusi spasial tinggi
b.    akurasi konsisten
c.    kontinuitas temporal
d.   independen alternatif untuk teknik permukaan
e.    pengukuran terhadap kerangka acuan yang geosentris
f.     sangat diperlukan untuk permukaan laut, permukaan laut, sirkulasi samudra  dan pasang surut

Ada beberapa kekurangan  signifikan, dalam penggunaan  data eksklusif altimetric:
1.         cakupan waktu terbatas. Hanya sekitar 20 tahun, data saat ini tersedia dengan semua misi gabungan
2.         kinerja yang buruk di wilayah pesisir
3.         terbatas dan tidak pasti dalam pengamatan di darat – memerlukan sambungan pada batas (garis pantai) antara permukaan tanah dan permukaan laut
4.         liputan kutub  – contoh : apa yang sebenarnya sedang  tercatat (sinyal pada kedalaman salju, es, gletser).
Pengamatan Altimeter sangat konsisten dengan up-to-date geofisika koreksi, konsolidasi geosentris referensi dan stabilitas jangka panjang. Seperti permasalahan berikut ini yatiu, bagaimana altimetry satelit akan berkontribusi pada sistem pengamatan global, bagaimana data dari berbagai misi yang harus harmonis dan seberapa cepat pembaruan parameter orbit dan geofisika dapat dicapai dalam rangka mendukung aplikasi ilmiah dan operasional. Lebih spesifik, diperlukan pengetahuan yang tepat tentang sistem rujukan vertikal yang melekat dari altimetry dan stabilitas jangka panjang dari Altimeter sensor itu sendiri, dan pembantu sensor (Radiometer).
Studi kontribusi satelit altimetry untuk realisasi dan stabilitas dari komponen vertikal ditunjukkan oleh ITRF yang mengorbit, geocenter variasi, miscentering dari kerangka acuan, serta kinerja jangka panjang dari Altimeter – dan tambahan sensor.

V.4.     Aplikasi Satelit Altimetri
                Sesuai dengan prinsip kerja dan data yang dihasilkan maka data satelit altimetri dapat dimanfaatkan pada banyak aplikasi diantaranya
1.      Penentuan tinggi dan panjang gelombang
2.      Penentuan topografi permukaan  laut
3.      Penentuan geoid di wilayah lautan
4.      Penentuan karakteristik arus
5.      Pengamatan pasang surut
6.      Studi fenomena el nino
7.      Pengamatan karakteristik arus
8.      Dan lain lain
Pada point kedua diatas yang dimaksud Topografi Permukaan Laut adalah  perbedaan dalam tinggi ellipsoid antara permukaan laut dengan permukaan geoid.  Topografi ini dibagian menjadi dua komponen yaitu statik yang disebakan oleh arus lau, faktor meteorologis dan temperatur. Berikutnya adalah komponen dinamika yang disebabkan oleh fenomena pasang surut dan gelombang. Semua sebab-sebab diatas juga dapat dipantau dengan satelit altimetri seperti yang telah disebutkan juga pada beberapa point diatas
Dari aplikasi-aplikasi satelit altimetri diatas maka kontribusi langsung penggunaan satelit altimetri diantaranya adalah
a.       Untuk keperluan jalur pelayaran maka dengan informasi sea level anomalies diatas dan wave climate makan dapat mengoptimasikan jalur pelayaran dari suatu tempat ke tempat yang lain dalam skala besar di seluruh samudra dan laut di dunia.
b.      Untuk mendeteksi jalur limbah, kondisi angin dan arus sebagai indikatornya. Contohnya pada tumpahan minyak skala besar digunakan satelit altimetri untuk prediksi real time persebaran tumpahannya.
c.       Untuk keperluan industri lepas pantai terutama dalam proses eksplorasi pantai dibidang minyak dan gas utamanya.
d.      Untuk keperluan perikanan, dimana ikan biasanya terdapat pada permukaan laut yang dapat diidentifikasi berdasarkan perpaduan dengan data batimetri ,temperatur dan pasang surut pada kawasan tertentu. Hal ini mempengaruhi pola persebaran ikan.
e.       Untuk keperluan mitigasi bencana alam, seperti adanya topan dilaut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui perubahan realtime pada pola arus,gelombang dan juga dipadukan dengan data atmosfer yang ada.
Khusus untuk wilayah indonesia maka dapat disimpulkan bahwa satelit altimetri dapat berperan penting dalam membantu industri perikanan di indonesia mengingat secara geografis indonesia memiliki banyak sekali gari s pantai dimana sebagian besar penduduk daerah pantai berprofesi sebagai nelayan. Selain perikanan Indonesia juga memiliki sumber daya laut yang sangat besar seperti kandungan minyak dan gas yang cukup banya, dengan adanya pemanfaatan satelit altimetri dapat mendukung kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi yang dilakukan.
Didukung dengan cukupnya stasiun pasang surut yang dimiliki oleh bakosurtanal maka data hasil pengamatan satelit altimetri dapat dikombinasikan dengan data pasang surut yang ada sehingga informasi yang didapat akan lebih berdaya guna, baik untuk keperluan praktis maupun ilmu pengetahuan atau sains

V.5.     Fungsi, Kelebihan dan Kelemahan
            Secara garis besar peranan satelit Altimetry ialah :
  1. perkiraan terbaik MSL dan model lain oseanografi
  2. tide gauge PSMSL time series
  3. system ketinggian pada GPS / GNSS  yang di pasang pada alat pengukur
  4. model terbaik gravimetric geoid  (dari dedikasi gravitasi
  5. misi satelit dan data lainnya).
Satelit altimetry dapat berkontribusi langsung pada kegiatan berikut:
  1. penentuan MSL selama dua dekade terakhir
  2. SSH / SST
  3. pengembangan model geopotential global
  4. penentuan geoid laut dan gravitasi model untuk solusi dari geodetik BVP dan peningkatan GM
  5. peningkatan pada system batimetri sehingga didapat model geoid laut dan gravitasi yang lebih baik
Kelebihan penggunaan satelit altimetri, meliputi:
  1. resolusi spasial tinggi
  2. akurasi konsisten
  3. kontinuitas temporal
  4. independen alternatif untuk teknik permukaan
  5. pengukuran terhadap kerangka acuan yang geosentris
  6. sangat diperlukan untuk permukaan laut, permukaan laut, sirkulasi samudra  dan pasang surut
Ada beberapa kekurangan  signifikan, dalam penggunaan  data eksklusif altimetric:
  1. cakupan waktu terbatas. Hanya sekitar 20 tahun data saat ini tersedia dengan semua misi gabungan
  2. kinerja yang buruk di wilayah pesisir
  3. terbatas dan tidak pasti dalam pengamatan di darat – memerlukan sambungan pada batas (garis pantai) antara permukaan tanah dan permukaan laut
  4. liputan kutub  – contoh : apa yang sebenarnya sedang  tercatat (sinyal pada kedalaman salju, es, gletser)?
Pengamatan Altimeter sangat konsisten dengan up-to-date geofisika koreksi, konsolidasi geosentris referensi dan stabilitas jangka panjang. Seperti permasalahan berikut ini yatiu, bagaimana altimetry satelit akan berkontribusi pada sistem mengamati global, bagaimana data dari berbagai misi yang harus harmonis dan seberapa cepat pembaruan parameter orbit dan geofisika dapat dicapai dalam rangka mendukung aplikasi ilmiah dan operasional. Lebih spesifik, diperlukan pengetahuan yang tepat tentang sistem rujukan vertikal yang melekat dari altimetry dan stabilitas jangka panjang dari Altimeter sensor itu sendiri, dan pembantu sensor (Radiometer). Studi kontribusi satelit altimetry untuk realisasi dan stabilitas dari komponen vertikal ditunjukkan oleh ITRF yang mengorbit, geocenter variasi, miscentering dari kerangka acuan, serta kinerja jangka panjang dari Altimeter – dan tambahan sensor.
V.6.     Misi - Misi Satelit Altimetri

Sejak peluncuran Skylab pada tahun 1973, sampai dengan saat ini sudah cukup banyak misi satelit altimetri yang diluncurkan dengan objektifnya masing-masing.  Misi-misi tersebut antara lain GEOS-3, SEASAT, GEOSAT, ERS-1, TOPEX/POSEIDON, dan ERS-2.
Setiap sistem satelit altimetri umumnya mempunyai karakteristik orbit dan altimeter tersendiri.  Selain itu satelit altimetri juga mempunyai bentuk konfigurasi tubuh yang berbeda-beda.  Sebagai contoh untuk satelit TOPEX/Poseidon, selain dilengkapi dengan altimeter, satelit juga membawa sensor-sensor microwave radiometer, antena GPS, antena DORIS, dan Laser Retroreflectors (LRR).  Sedangkan untuk ERS-1, selain membawa radar altimeter, satelit juga dilengkapi dengan sensor-sensor wind scatterometer (SCAT), sysnthetic aperture radar (SAR), LRR, Along Track Scanning Radiometer (ATSR) Microwave Sounder, ATSR Infrared Radiometer, Precise Range and Range Rate Equipment (PRARE).  Sedangkan satelit ERS-2, disamping altimeter radar juga membawa sensor-sensor SAR, SCAT, ATSR, Microwave Sounder, Global Ozon Monitoring Experimant (GOME), PRARE, dan LRR.
1.             Satelit Altimetri Topex / Poseidon
Sistem altimeter satelit diperlukan untuk mengukur topografi kelautan. Sistem pertama, dilakukan pada Seasat, Geosat, ERS-1, dan ERS-2 dirancang untuk mengukur variabilitas arus dengan dimensi horisontal kurang dari seribu kilometer.
Topex / Poseidon, yang diluncurkan pada tahun 1992, dirancang untuk membuat pengukuran yang lebih akurat dan diperlukan untuk mengamati sirkulasi permukaan lautan permanen, gelombang (waktu-rata-rata), dan variabilitas arus skala pilin.
Profil Topex / Poseidon :
Ketinggian 1.335 km
Panjang Pulse 3,125 nsec
Ulangi waktu 9,9125 d
Resolusi horizontal 25 km
Frekuensi 13,65 GHz (Ku band)
Kesalahan yang dapat terjadi pada Altimeter  (Topex / Poseidon)
Pengamatan yang paling akurat dari topografi permukaan laut berasal dari Topex / Poseidon. Kesalahan untuk sistem altimeter satelit ini juga dapat terjadi dikarenakan :
a.       Instrument kebisingan, gelombang laut, uap air, elektron bebas di ionosfer, dan massa atmosfer. Topex / Poseidon Altimeter membawa sistem yang tepat dapat mengamati ketinggian satelit di atas permukaan laut antara ± 66 ° lintang dengan ketepatan ± 2 cm dan akurasi ± 3,2 cm. Sistem ini terdiri dari dua-frekuensi radar altimeter untuk mengukur tinggi. Sistem ini juga termasuk tiga Radiometer gelombang mikro frekuensi yang dapat mengukur uap di troposphere.
b.      Kesalahan Tracking. Satelit menggunakan tiga sistem pelacakan yang menentukan posisi satelit di ruang angkasa dan ephemeris dengan akurasi ± 3,5 cm (Tapley et al. 1994a).
c.       Kesalahan Sampling . Satelit mengukur ketinggian tanah dalam waktu ± 1 km setiap 9,9156 hari. Hal ini dapat dikatakan seperti siklus. dikarenakan hanya diukur arus sepanjang sub-satelit, maka terjadi sampling error. Satelit tidak dapat memetakan topografi antara trek tanah, juga tidak dapat mengamati perubahan dengan periode kurang dari 2 x 9,9156 d.
d.      Kesalahan Geoid . Topografi permanen diketahui dari jarak yang lebih pendek dari 1.600 km karena kesalahan geoid mendominasi untuk jarak pendek. Peta topografi diratakan di atas 1.600 km dan digunakan untuk mempelajari fitur dominan geostophic permanen arus pada permukaan laut.
e.       Pengukuran ketinggian di atas permukaan laut dan posisi satelit memberikan ketinggian permukaan laut di koordinat geosentris  dengan akurasi ± 4,7 cm. Kesalahan pada geoid bergantung pada ukuran area yang sedang diukur.
2.             Satelit ERS-1
Satelit ERS-1 adalah yang pertama dilancarkan oleh Agensi Angkasa Eropah (European Space Agency) pada 1991. Untuk tujuan mengkaji hal-hal berkaitan alam sekitar. Satelit ini menggunakan gelombang mikro aktif untuk membuat pengimbasan dan boleh membuat pengesanan tanpa bergantung kepada cahaya matahari ataupun keadaan cuaca. Keistimewaan satelit ini berbanding dengan penderia lain ialah keupayaannya untuk mengukur parameter seperti keadaan laut, kelajuan dan arah angin permukaan laut, arah arus lautan dan aras laut serta suhu permukaan laut dengan ketepatan yang lebih tinggi.  Satelit ini mempunyai lebar swath 100 km, beresolusi ruang 20 meter lebar dan 15.9 meter panjang serta tempoh resolusi selama 35 hari.  Sebanyak lima jenis penderia dipasang pada satelit ini, yaitu Active Microwave Instrument (AMI) yang beroperasi dengan tiga model Radar Altimeter (RA), Along Track  Scanning Radiometer (ATSR), Precise Range and Range-rate Equipment(PRARE) dan  Laser Retro-reflector (LRR).  Data digit daripada satelit ini hanya boleh diterima secara terus menerus.
3.             Satelit ERS-2
ERS-2 dilancarkan pada 1995 untuk mengambil alih ERS-1. Satelit alam sekitar ini boleh mengukur kandungan ozon di atmosfera dan memantau perubahan litupan tumbuhan lebih berkesan. Penderia yang dibawa adalah AMI dan RA untuk mengukur jarak dari permukaan lautan dan ketinggian ombak. Penderia ATSR beroperasi pada jalur inframerah dan cahaya tampak.   Sistem penderia lain termasuklah GOME, MS, PRARE, LRR dan IDHT (ESA, ESRIN 1998).